KECEPATAN BERADAPTASI, KECEPATAN BERTUMBUH

CEO Words,
Kamis, 3 Nopember 2016

Sebuah artikel menarik dari Gurunda Yodhia Antariksa mengganggu fikiran Saya.
Sebuah perusahaan prosesor raksasa Intel harus tumbang dimakan waktu. Prosesor intel yang memimpin di era laptop dan PC, kemudian gagal menyesuaikan diri ke era mobile gadget.

Prosesor mereka boros energi dan inilah yang diserang oleh ARM sebagai designer prosesor. ARM kemudian merancang prosesor yang hemat dan FIT ke mobile gadget.

Intel harus mem-PHK puluhan ribu karyawannya. Dan ARM pum berjaya dengan bisnis modelnya sebagai designer prosesor.

*****

Sebuah lelucon satir berseliweran di linimasa Saya. TV menjadi Radio dan gadget telah menjadi TV. Sungguh dalam maknanya.

TV di rumah menyala tanpa lagi ditonton. Ia dinyalakan untuk mengisi kesunyian. Saya jadi ingat kalimat Mama Saya di rumah : "nyalain itu TV, sepi banget.". Sedangkan hampir 6 jam lebih orang-orang menghabiskan waktunya di layar gadget. "Eyes Ball" lebih banyak menikmati layar gadget, lebih lama dari TV.

Fenomena ini akhirnya memaksa banyak perusahaan untuk mengubah cara mereka beriklan. Yang semula mereka banyak berinvestasi promosi di TV, lalu kemudian bergeser ke mobile ads. FB Ads, Ins₩tagram, iklan pop up di portal-portal hi traffic, menjadi alternatif para pengiklan untuk membakar energi marketingnya.

Sudah sangat jelas terlihat, brand-brand besar yang gagap teknologi mobile kemudian mulai tenggelam ditelan zaman. Sementara brand-brand yang lincah menunggangi perkembangan online-mobile, kemudian menjadi pemimpin di pasar.

Mari kita lihat secara nyata, bagaimana Brand "New Born" seperti Shaliha Hijab milik Teh Wiwin Supiyah mampu melakukan penetrasi pasar hingga puluhan ribu basis market, hanya dalam hitungan bulan.

Siapa yang cepat beradaptasi, dialah yang terus bertumbuh.

*****

Di tahun 2009, Saya sangat aktif di dunia twitter. Masih sangat jelas diingatan Saya bagaimana sosok-sosok besar di sosmed hari ini bertumbuh sedari kecil. Mereka adalah sosok-sosok dengan kekuatan fikiran dan konten yang kuat, lalu hadir ke lini masa twitter dalam konsistensi yang panjang.

Sebagian bahkan ada yang terpilih menjadi anggota di DPR RI. Sebagian ada yang menjadi buzzer politik berpengaruh. Sebagian bahkan membangun bisnisnya dari monetasi followernya.

Apakah tidak ada orang lain yang kuat secara konten? Saya yakin banyak. Banyak orang pintar diluar sana, yang mungkin lebih pintar dan hebat dari mereka. Sayangnya mereka tidak beradaptasi, mereka masih ngotot menulis di kolom wacana koran yang tidak "share-able". Mereka lembam memgikuti zaman. Dan akhirnya mereka ditelan zamannya.

*****

Beradaptasi atas perubahan pastilah tidak mudah. Untuk mengawalinya, kita perlu keberanian. Untuk memulainya, kita perlu melawan pakem lama yang mengekang dan menahan laju pertumbuhan.

Semangat adaptasi ini sudah lama menggelayuti fikiran Saya. Dalam benak Saya, pertumbuhan internet broadband akan mengubah perilaku netizen. Saat ini indiehome sudah hadir secara masif dengan kecepatan layanan 10 MBPS. Konten video yang biasanya terputus saat streaming kemudian menjadi lancar jaya tanpa jeda. Belum lagi teknologi 4G yang makin merata dan murah. Semua ini teramu sempurna dengan hadirnya gadget smartphone dengan harga yang teramat murah.

Kanal data nya siap, kecepatan arus datanya kencang, gadgetnya mendukung dan semua itu bisa diraih dengan murah. Maka perilaku orang akan berubah, konten text dan gambar statik tidak lagi menarik dan cocok. Market akan mengejar yang lebih dari itu : bergambar, bersuara dan bergerak.

Dengan keberanian yang tidak sedikit, akhirnya Saya menghadirkan revolusi belajar bisnis. Saya mencintai dunia pengajaran bisnis, namun Saya juga memiliki kewajiban sabagai pemimpin bisnis yang juga punya tuntutan profesional.

Tidak mudah membawa perubahan ini. Berkali-kali Saya mengajak para pebisnis untuk beradaptasi :

"Geserlah kebiasaan belajar offline ke online. Apa gak kasihan sama Guru bisnisnya, mengajarkan hal yang sama setiap weekend, berulang-ulang. Apa gak kasihan sama anak-anak yang harus ditinggal saat weekend, hanya untuk menghadiri event seminar? Belajarlah secara online, topik bisa berkembang terus menerus. Waktu lebih efisien, bisa belajar kapan saja, dimana saja."

Sebagian yang telah memutuskan bergabung akhirnya merasakan dampak dari pembelajaran, namun tidak jarang Saya menemukan hambatan-hambatan dalam beradaptasi :

"Gak enak kang kalo nonton video, kurang afdhol, pengen langsung."

"Gak asik kang, pengen lihat langsung, kan seru"

Dan masih banyak alasan-alasan yang sebenarnya tidak lagi menjadi substantif. Alasan-alasan yang sebenarnya hanya ilusi semata. Yang sebenarnya hanya berupa kelembaman berubah.

Intinya, beradaptasi memang membutuhkan energi yang tidak sedikit.

*****

Siapa yang cepat beradaptasi, dialah yang akan cepat bertumbuh.

Yang memutuskan membuat prosesor hemat energi, akan bertumbuh cepat karena memang zamannya menuntut demikian. Yang ngotot bikin prosesor boros energi, ya harus ridho ditelan zaman.

Yang memutuskan hadir beriklan di dunia digital, akan merasakan betapa cepatnya sebuah produk dideliver didunia digital. Yang masih ngotot pake iklan konvesional, siap-siap membakar duit tak berksudahan, dan tidak ada dampaknya.

Yang memutuskan untuk belajar masif dari YouTube, TedEx bahkan SBDKK, akan mengalami pertumbuhan pemahaman signifikan, dan sudah jelas akan mengubah cara berbisnisnya, lalu akan mengubah hasilnya. Namun bagi yang ngotot harus belajar offline, ya siap-siap harus dedikasi waktu serta biaya untuk perjalanan, venue, transport dan honor pengajar yang tidak murah.

Semuanya pilihan. Dan setiap pilihan ada konsekuensinya. Semoga Anda memilih yang baik-baik dan mendapatkan konsekuensi yang baik-baik.