Orang ini dulunya adalah aktivis paling galak sedunia. Selain juga paling biadab sekaligus paling tidak beradab. Dia terkenal karena kekasarannya. Dia tidak tanggung-tanggung memaki siapa saja dan apa saja yang dilawannya. Dalam politik, dia bisa menjadi 'anjing penyerang' (attack dog) yang sangat berguna. Itu pula yang dilakukannya ketika berhadapan dengan para pendukung Prabowo ketika partainya mengusung Jokowi sebagai presiden.
Dia
pernah memimpin barisan aktivis yang bernama Forkot (Forum Kota). Ini adalah
aliansi longgar organisasi-organisasi mahasiswa yang bersinar dalam proses
penjatuhan Soeharto. Forkot tidak memiliki landasan ideologis apapun. Mereka
bahkan bukan organisasi. Pengikat mereka hanyalah tujuan yang satu, yakni
menjatuhkan Soeharto. Dan itulah yang mereka lakukan dengan menduduki Gedung
MPR/DPR.
Tidak
terlalu salah kalau dikatakan bahwa generasi ini adalah generasi produk
depolitisasi politik Soeharto. Mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman
politik. Satu-satunya organisasi massa yang mereka kenal adalah tawuran. Itu
dilakukan ketika bersekolah maupun kuliah.
Ketika
Soeharto tumbang, dengan merayap dia masuk ke dunia politik. PDIP menjadi
pilihannya. Disana dia mendirikan organisasi bernama Benteng Demokrasi Rakyat
(Bendera). Seperti Forkot, organisasi ini pun sama brutal dan biadabnya.
Bendera menjadi organisasi yang nasionalismenya kebangetan.
Saya
ingat akan aksi-aksi mereka menyerbu gedung Kedubes Malaysia. Selain membakar
bendera Malaysia, mereka juga melempar tai ke dalam kedutaan. Seingat saya,
tidak ada koran Indonesia yang memuat insiden pelemparan tai tersebut. Namun,
koran-koran Malaysia ribut dan itu segera memancing kemarahan di negeri jiran
itu.
Saya
kira, hingga saat ini, politisi Anda ini tidak berani menjejakkan kakinya di
Malaysia.
Sodara,
politisi Anda ini memang berhasil menjatuhkan Soeharto. Namun itu tidak serta
merta berarti dia menjatuhkan Orde Baru. Bahkan, saya berani mengatakan bahwa politisi
Anda ini adalah juga bagian dari Orde Baru.
Orde Baru adalah sebuah sistem berpikir. Sebuah ideologi.
Soeharto boleh hilang. Namun para apparatchik-nya masih tetap ada. Lagipula,
Orde Baru bukanlah cuma Soeharto dengan segenap apparatchik-nya seperti militer
dan birokrasi. Ikut didalamnya adalah para intelektual, aktivis, demonstran,
dan semua yang beroposisi terhadapnya. Mereka semua adalah putera/puteri
kandung yang sah daripada Orde Baru. Pendeknya, bahkan mereka yang menentang
Soeharto pun sesungguhnya adalah Orde Baru jika mereka berpikir dalam kerangka
sistem berpikir yang sama.
Saya sama sekali tidak meragukan jika politisi Anda ini,
Adian Napitupulu, adalah seorang Orbais tulen. Salah satu ciri dari Orbais
adalah kegandrungannya terhadap pembangunan. Mereka punya cara pandang yang
amat terbatas terhadap apa yang dibangun, yakni bahwa modal dan kaum bermodal
harus diberi kesempatan seluas-luasnya dan meraih keuntungan yang
sebesar-besarnya. Seringkali mereka berkilah, 'kerugian harus diminimalisir.'
Atau dalam bahasa Soeharto, 'jer basuki mawa beya.' Padahal, dalam
pembangunanisme Orde Baru tidaklah mungkin untuk meminimalisir kerugian
ditengah tuntutan untuk memaksimalkan keuntungan (logika modal).
Kini,
politisi Anda, Adian Napitupulu ini, mengatakan semua yang berkaitan dengan
proyek reklamasi teluk Benoa sudah beres.
Orang
ini, seperti yang pernah dilakukan kepada Kedubes Malaysia, sudah melempar tai
ke masyarakat Bali!
Kutipan:
http://bali.tribunnews.com/…/adian-napitupulu-izin-reklama…/