3 Perisai dalam Usaha

Jika dilihat pada gambar maka ada 3 perisai dalam usaha:
1. Misi
2. Team
3. Leadership
--
Bicara misi dalam berwirausaha haruslah berakar pada visi
Visi merupakan sebuah gambar besar tentang usaha kita beberapa tahun kedepannya (biasanya 5 hingga 10thn)
Misi sendiri merupakan langkah konkrit, step by step untuk mencapai visi itu sendiri
Kemudian dari misi dituangkan dalam program kerja, target usaha, sop dkk

Untuk menggapai percepatan dlm misi dibutuhkan team
Banyak yg menganggap team adalah karyawan, orang yang di gaji hingga bawahan

Namun yang baik adalah menganggap team sebagai keluarga agar muncul sebuah ikatan rasa yakni rasa memiliki

Sebuah hubungan yang tidak hanya sebatas yg menggaji dengan yang di gaji

Untuk menggerakkan team dibutuhkan sebuah kemampuan memimpin

Kemampuan menggerakkan orang lain
Untuk bersama menggapai tujuan tadi yakni visi bersama

Karakter leadership masing-masing orang berbeda gak sama

Diantara karakter yang baik itu tidak merasa sebagai bos alias bossy 😊

Memberi contoh bukan perintah, memberi arahan bukan menunjuk

Pemimpin sejati senantiasa dirindukan 😊
Leadership utama yg dibangun tidak hanya pada team tp diri sendiri

Krn seorang wirausaha adalah kapten diatas kapal

Klo kaptennya sakit biasanya seisi kapal akan sakit

Jika kaptennya tidak semangat gak tentu arah maka teamnya jg mengalami hal yang sama

Pas sekali apa yang dikatakan bg @⁨aulia arfan⁩
Produk hanyalah bagian kecil dari membangun bisnis itu sendiri

Sebab tidak selalu seorang wirausaha memiliki produk tapi bisa memiliki jasa spt pemasaran, packaging dll

Yang penting tidak cuma bawa proposal dari 1 instansi ke instansi lain 🤣

Jika kembali pada skema maka kita akan melihat,
Ada kotak teratas yg disebut produk kemudian disusul dengan legalitas usaha

Produk yg baik selain halal, tak diragukan, tidak mengandung unsur penipuan maka akan lebih baik jika beriring dengan perizinan

Klo ukm sekarang kan lebih mudah tu pengurusannya spt pemaparan bapak diskop kemarin

Untuk membuat PT pun bagi UKM sudah sangat dipermudah

Semoga kedepannya UKM lebih dimudahkan dan dipercepat dalam pengurusan haki, merk dkk

Next step ada yang disebut dengan system'
-
Ini merupakan bagian penting dalam keberlanjutan suatu usaha karena dalam systemlah tersusun rapi proses input hingga output
Proses income hingga outcome
Yang jika disusun dalam 1 Bundelan dan dapat di copy paste maka terbentuklah usaha yang sama

System' inilah yang kemudian sering kita kenal sebagai usaha yang di jual alias franchise
-
Sistemnya lah yang dijual
-
Ngomong2 franchise be care full ya, ada syarat mutlak klo mau jualan franchise yakni:
Bisnis yang telah terbukti sukses, dengan masa usaha minimal 5thn diikuti dengan kelengkapan perizinan

Apa yang membuat perisai tadi bisa berjalan dan pada akhirnya menghasilkan cash flow positif?
Point' nya ada di komunikasi bisnis
-
Komunikasi pada calon customer, customer, team, supplier dll
Berkomunikasi pada calon customer tentu beda dengan customer
-
Calon belum beli, customer sudah beli
-
Lebih mudah menjaring customer baru drpd membuat customer tetap bertahan
Sehingga komunikasinya jelas berbeda
-
Tawar menawar pada supplier jg ada tehniknya
-
Pada team jelas beda lagi
-
Pada akhirnya berkomunikasi dengan siapapun tujuannya jelas
Produk terjual, income bertambah, supplier kasi harga terbaik dan tentunya visi besar kita tercapai

Point' di bawah komunikasi bisnis itu sendiri adalah cash flow
Yang pada dasarnya merupakan sesuatu yg penting sekali,

tanpa cash flow gak bisa jalan tu usaha
Team tidak tergaji, supplier tidak terbayar, bahan baku bisa menumpuk.

So...
Penting sekali membangun perisai usaha dan berfokus pada pilar yang ada

Skema di atas akan dapat lebih mudah kita pahami ketika digandeng dengan metode bisnis canvas ataupun SBM 😊

Maaf bukan bermaksud menggurui hanya sekedar berbagi untuk bersama kita bergandengan tangan berjalan beriringan demi memajukan perekonomian negeri 🙏

Esteem Economy", Ketika Setiap Orang Haus Pengakuan

Benar juga ya! Ini gejala ekonomi shifting lainnya.

*"*
Esteem Economy", Ketika Setiap Orang Haus Pengakuan
*"*

Rhenald Kasali (Kompas.Com)
Senin, 20 November 2017 | 06:30 WIB

(14/11/2017).
Iseng-iseng saya bertanya pada ibu-ibu peserta seminar dan pelatihan “Marketing in Disruption” di Rumah Perubahan: “Pernah selfie dan tayangkan fotonya di Facebook dan Instagram?”

“Sering” jawab mereka.

Lalu apa yang dirasakan kalau sejam tak ada yang kasih jempol, “like,” atau “share”?
Tiba-tiba ibu-ibu tadi gelisah, tapi cuma sebentar, lalu tertawa riang. Menertawakan diri sendiri.

Seorang pria menjawab, “Saya yang disuruh kirim ‘like’ ke istri. Setelah diberi ‘like,’ dia nyenyak tidurnya. Kalau tidak, gelisah.”

Advertisement
Begitulah Esteem Economy. Manusia gelisah, bukan karena hal-hal riil seperti generasi sebelumnya, yang dibesarkan di lapangan nyata, dengan bermain ayunan, bola kasti dan gobak sodor. Ah benar-benar jadul. “Manusia baru” atau kids zaman now yang hari-hari ini mengisi perekonomian kita adalah manusia cyber.

Seperti yang ditulis oleh pioner Cyberpsychologyst Marry Aiken, “ketika menapakkan kaki ke semak-semak belukar, intuisi manusia langsung mengatakan: “Awas ular.” Tetapi di dunia cyber, kita belum punya intuisinya.

Manusia cyber mempunyai cara sendiri dalam memenuhi rasa aman (safety needs) dan self esteem yang kita pelajari sebagai Maslow Hierarchy of Needs. Dan foto-foto diri, komplain-komplain kecil, share tentang sesuatu adalah objeknya.

Leisure Tanpa Tekanan, Esteem Sebaliknya

Benarkah manusia mencari “leisure” dengan berekreasi? Sepertinya, leisure yang kita kenal di abad 21 benar-benar berbeda. Leisure yang dulu, digambarkan sebagai “menikmati waktu hidup dan berekreasi“ kini berubah.

Para pekerja di Prancis dan Italia di akhir abad 20 menikmati leisure economy. Pukul 15.30 mereka sudah kongkow-kongkow menikmati happy hour di bar. Maka, begitu pemerintah berencana menambah 30 menit saja waktu kerja per hari, mereka pun melawan dengan demo besar dan sedikit kerusuhan.

Saya pun jadi ragu kalau akhir pekan ratusan ribu mobil bergerak dari Jakarta ke arah Bandung untuk leisure. Macetnya bisa 4-6 jam. Di Yogyakarta, mobil-mobil yang bergerak mencari rumah makan termasuk ke Mie Jawa yang terletak di “kandang sapine mbah Gito” sepertinya juga bukan untuk leisure.

Warung Bakmi Jowo Mbah Gito di Kelurahan Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta.
Butuh satu-dua jam karena macet. Antre makannya satu-dua jam lagi. Di kaleng-kaleng kerupuknya tertulis kata ini: “sabar.”

Abad 19 kita mengenal leisure class (Veblen, 1899), lalu di abad 20 menjadi experience economy (Joseph Pine & Gilmore, 1998). Tetapi kini disebut esteem economy, kumpulan dari manusia-manusia yang rindu pengakuan bahwa dia sudah sampai di sana.

Skylodge di Tebing Parang atau Selfie di Ponggok

Di usia 20-an, saya gemar mendaki gunung. Maka berita tentang hotel gantung di Tebing Parang sungguh menggoda. Namun begitu melihat cara menjangkaunya, saya harus tahu diri.

Berita dan foto-foto tentang hotel gantung ini menjadi viral di jagat dunia maya. Persis seperti foto-foto tentang padang bunga di Gunung Kidul yang pernah viral.

Tiap generasi punya needs yang berbeda. Generasi saya butuh “leisure,” sedangkan  millennials butuh esteem. Mereka mencari share, “like” atau jempol karena difasilitasi medsos.
Ini persis dengan yang dilakukan sebuah rumah makan tak jauh dari Rumah Perubahan.

Makanannya biasa saja. Tetapi, tak henti-hentinya ibu-ibu muda berdatangan. Rupanya di situ ada foto bangunan besar 3 dimensi. Mereka bisa bergaya melayang seakan-akan tengah berada di atas gedung. Jadilah itu tempat selfie.

Ini cerita lain lagi. Di sebuah meja kerja di suatu kantor duduk seorang pegawai perempuan. Wajahnya bete sekali. Seharian tak mendapatkan “like” atau share dari foto-foto yang diunggahnya. Ia pun  merapihkan meja dan menambah secangkir kopi panas yang asapnya mengepul. Lalu foto diunggah di Facebook dengan caption: Good Morning ….kerja semangat! 

Wajahnya berubah sumringah ketika satu-persatu likes berdatangan. Temannya di seberang sana memberi “likes,” padahal mereka tengah duduk berempat di meja makan sebuah restoran mahal.

Hotel gantung Padjajaran Anyar yang terletak di tebing Gunung Parang, Purwakarta, Jawa Barat setinggi 500 meter difoto menggunakan drone, Minggu (19/11/2017). Hotel gantung ini diklaim sebagai hotel gantung tertinggi di dunia mengalahkan ketinggian hotel gantung di Peru. 
Namun keempatnya juga tengah mencari esteem dengan membuka gadget mereka masing-masing. Pelayan restoran datang menanyakan pesanan. Mereka lalu bersama-sama mengucapkan kalimat ini, “foto dulu ya!”

Pelayanpun mengambil ponsel mereka. Semua minta foto pakai ponsel masing-masing. Jadi fotonya empat kali. Selesai difoto, mereka pesan makanan, lalu kembali membuka gadget, upload, mencari esteem lagi.

Di desa Ponggok, Klaten, ada proyek dana desa yang berhasil, berupa desa wisata. Sebuah embung besar mereka bersihkan menjadi umbul untuk selfie di dalam air.

Pengunjung pun berebut datang melakukan selfie di atas sepeda motor, bermain ayunan, pura-pura tengah bekerja atau berkemah di dalam air. Alhasil, dari dana desa Rp 300 juta (2015), BUMDES desa berpenduduk 2.300 jiwa ini tahun ini akan meraih pendapatan Rp 15 miliar.

Untuk apa bersusah payah menahan napas di dalam air? Anda tahu jawabannya.

Esteem Economy

Mendalami motif manusia memenuhi kebutuhannya penting untuk memahami proses shifting perekonomian. Dunia benar-benar disruptif. Motif memenuhi kebutuhan itu bergeser di peradaban cyber. Manusia beradaptasi, bertahan dan berevolusi dengan motif pemenuhan kebutuhan tadi.

Ditenggarai oleh kemampuan bersembunyi (anonymity), dunia online seakan mampu memberikan rasa aman (safety needs) bagi sebagian orang yang pemalu dan takut-takut dalam interaksi tatap muka. Manusia bisa “mengambil foto” milik orang lain, mencuri atau mengedit jati dirinya.

Orang-orang yang memiliki “kelainan” di dunia riil, atau yang gemar menyebar fitnah ternyata sosoknya tak semenakutkan tulisannya. Bahkan belum lama ini Ditreskrim Polri mengumumkan sebagian besar adalah penakut yang jarang bergaul. Tetapi di dunia cyber, dengan anonymitas itu bisa membuat mereka merasa nyaman dan berani berkomunikasi.

Tetapi baiklah kita kembali ke esteem economy. Dengan bergabung dalam komunitas online, kini manusia bisa merasakan ”a sense of belonging.” Kata Aiken, “mendapatkan ‘liked’di Facebook adalah wujud dari memenuhi needs for esteem.

Tombol Like Facebook
Bukan hanya itu. Mereka juga bawel cari perhatian terhadap soal-soal kecil. Mulai dari soal toilet, sampai taksi yang tak datang-datang saat hujan deras, pun dijadikan tulisan pendek, sekedar komplain untuk mendapatkan esteem.

Dengan menyebarkan berita buruk atau copas-copas tanpa memeriksa kebenarannya, manusia yang belum matang juga ingin mendapatkan pengakuan bahwa ia lebih pandai atau tahu lebih dulu dari yang lain.

Pusingkan? Begitulah esteem economy. Manusia selalu mencari cara untuk mendapatkan pengakuan berupa share, like dan jempol.  Bukan es krim.

Sumber:
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/20/063000526/-esteem-economy-ketika-setiap-orang-haus-pengakuan

SAHABAT PERJALANAN




Dalam perjalanan,
kita akan bertemu dengan
Orang-orang yang menghargai dan tidak menghargai mimpi kita
Orang yang mendukung dan tidak mendukung perjuangan kita
--
Tak sedikit yang menertawakan
Tak pula banyak yang memberi sokongan
---
Kunci pencapaian itu ada di tangan kita
----
Tangan yang selalu di arahkan tuk menengadah pada IA yang maha dalam segala yakni Allah SWT
-
Diri yang selalu berfokus dalam usaha & mengabaikan cibiran, cemoohan
-----
You must know something
You are the best!!!
-
Terimakasih dari lubuk hati terdalam tuk para sahabat yang senantiasa mendukung perjalanan ini

KELATAHAN PERTANDA TUA MELANDA






Tak jarang dalam keseharian kita melihat orang-orang melakukan berbagai hal namun bukanlah ia yang menerima ucapan terimakasih bahkan tak jarang mereka pun tak mendapatkan bayaran berupa senyuman.
dalam keseharian kita kerap melihat orang-orang yang melakukan pengorbanan namun diatas podium berdiri wajah asing yang berkoar laksana pahlawan india.
ketika engkau mengalami hal seperti itu TERSENYUMLAH & PAHAMILAH bahwa TUHAN tidak pernah tidur dan tak pernah khilaf meminta malaikat menorehkan pahala pada kertas amalmu 

KUNCI HATI DALAM BERWIRAUSAHA






Apa yang harus dikedepankan dalam berwirausaha?
Berbagi Kebermanfaatan dan Mencari Keberkahan
---
Banyak namun tidak berkah maka akan sia-sia
Yang Kita butuhkan bukanlah banyaknya melainkan CUKUP nya
---
Mintalah selalu akan rasa CUKUP Dan Allah Cukupkan hidup Kita untuk BerkeCukupan 😊
-----
Mintalah selalu akan hidup yang bermanfaat kelak ketika Masa Kita kembali Kita mampu menjawab kemana saja Kita gunakan rezeki yang Allah beri

PERBANDINGAN NASIB SEPEDA DI NEGERI SENDIRI DENGAN NEGERI ORANG LAIN







Di China hampir di setiap sudut jalan terdapat sepeda yang dapat di sewa dan ada pula yang dapat digunakan secara cuma-cuma
Tidak perlu pegawai yang menjaga sepeda cukup dengan mendownload aplikasi dan melakukan payment via mobile
--
Di Singapore juga melakukan hal yang sama
Sepeda dapat di sewa per 30 menit dengan tarif $1, jika telah menggunakan sepeda dapat diletakkan di pinggir jalan dan akan ada petugas yang mengambil ataupun dapat disewa oleh pengguna lainnya
----
Masi penasaran klo diterapkan di Indonesia, terutama kota Medan
Masi ada gak ya abis diletakkan?
He...he..
---
Teringat masa kuliah dulu sepeda kuning berjulukan Golkar titip tempat kawan kena gaskan tak bersisa 😂
Leong.... Dia

EFEK SERING TRAVELING





Pada umumnya,
Semakin sering memijakkan kaki di luar tanah kelahiran
Semakin menyadarkan seorang manusia jika ia begitu kecil
----
Ndak Ado apo-opo nyo 😂
— di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur.